Review Jurnal
Latar Belakang
Mempresentasikan teks secara simultan dalam bentuk
tulisan dan audio merupakan hal yang umum dalam presentasi-presentasi
multimedia. Demikian pula mempresentasikan pesan dengan visual yang sangat
menarik (seduktif) merupakan hal yang lumrah dalam presentasipresentasi
multimedia instruksional. Seringkali dianggap bahwa mempresentasikan materi
dengan format desain pesan seperti itu menguntungkan bagi pemerolehan
pemahaman. Tampaknya, asumsi bahwa presentasi simultan dari teks tertulis dan
lisan itu menguntungkan mungkin berlebihan; demikian halnya presentasi dengan
visual yang sangat menarik mungkin membahayakan (Pranata, 2003).
Tinjauan Teoritis
1. Multimedia
Instruksional
Multimedia
didefinisikan dengan berbagai macam cara. Pranata (2004) meringkas beberapa
definisi tersebut. McCormick, misalnya, mendefinisikan multimedia sebagai
kombinasi dari tiga elemen desain pesan yaitu suara, gambar, dan teks; Turban
mendefinisikannya sebagai kombinasi dari paling sedikit dua media input atau
output data audio (suara, musik), animasi, video, teks, grafik, dan gambar.
Sementara itu, Rosch mendefinisikan multimedia sebagai kombinasi dari komputer
dan video. Definisi multimedia yang bertolak dari aspek desain pesan antara
lain digunakan untuk menjelaskan multimedia menurut tinjauan instruksional
yaitu “the capability to present video, audio, and animation, as well as
computer graphics and text, all on the same computer monitor at the same time.”
(Merrill 1996:151).
Dalam konteks
pendesainan pesan multimedia instruksional terdapat beberapa teori yang berbeda.
Pertama, teori yang berfokus pada pentingnya upaya meningkatkan daya tarik
desain pesan agar dapat memperbesar efek perhatian. Kedua, berfokus pada
perangkapan elemen desain pesan agar dapat memperbesar peluang dicapainya
pemahaman. Ketiga, berfokus pada pemrosesan dan kapasitas memori kerja agar
diperoleh hasil belajar yang efektif.
2. Teori
Pemrosesan Informasi
Tahap pemahaman dalam pemrosesan
informasi dalam memori kerja berfokus pada bagaimana pengetahuan baru dimodifikasi.
Pemahaman berkenaan dan dipengaruhi oleh interpretasi terhadap stimulus. Faktor
stimulus adalah karakteristik dari elemen-elemen desain pesan seperti ukuran,
ilustrasi, teks, animasi, narasi, warna, musik, serta video. Studi tentang
bagaimana informasi diidentifikasi, diproses, dimaknai, dan ditransfer dalam
dan dari memori kerja untuk disimpan dalam memori jangka panjang mengisyaratkan bahwa
pendesainan pesan merupakan salah satu topik utama dalam pendesainan multimedia
instruksional. Dalam konteks ini, desain pesan multimedia berkenaan dengan
penyeleksian, pengorganisasian, pengintegrasian elemen-elemen pesan untuk menyampaikan
sesuatu informasi.
Desain pesan mengacu
pada bentuk yang digunakan untuk menyajikan informasi, misalnya pemakaian
animasi atau teks audio. Kemampuan sensorik mengacu pada jalur pemrosesan
informasi yang dipakai untuk memproses informasi yang diperoleh, seperti proses
penerimaan informasi visual atau auditorial. Temuan-temuan penelitian (Pranata,
2004) telah menguji kebenaran teori pengkodean ganda (dual-coding theory):
terdapat dua buah saluran pemrosesan informasi yang independent yaitu
pemrosesan informasi visual (atau memori kerja visual) dan pemrosesan informasi
verbal (atau memori kerja verbal); kedua memori kerja tersebut memiliki
kapasitas yang terbatas untuk memroses informasi yang masuk. Hal terpenting
yang dinyatakan oleh teori muatan kognitif adalah sebuah gagasan bahwa
kemampuan terbatas memori kerja, visual maupun auditori, seharusnya menjadi
pokok pikiran ketika seseorang hendak mendesain sesuatu pesan multimedia.
3.
Efek Redundansi
Presentasi multimedia
seringkali menampilkan elemen-elemen verbal secara berlebihan (redundant);
disamping penjelasan dipresentasikan oleh gambar penjelasan juga dibarengi
secara teks audio sekaligus teks tulis, bahkan label-label. Presentasi redundan
seperti itu, menurut penganut teori redundansi, diarahkan untuk menghadapi noise
serta menyediakan varian bentuk pesan dalam proses komunikasi agar
informasi yang disampaikan dapat diterima secara lebih baik. Teori ini
didasarkan pada asumsi bahwa “information as only those symbols that are uncertain
to the receiver” (bandingkan Saul, 2001:3). Karena tidak seluruhnya
informasi yang disampaikan akan dapat ditangkap dengan baik oleh penerima maka
diperlukan perangkapan pesan (Shannon dalam Saul, 2001). Pengulangan yang superflous
dimaksudkan untuk memudahkan penerima menangkap informasi sesuai dengan
kebiasaannya dalam mengkode stimulus-stimulus pesan (bandingkan Stokes, 2003;
Wilson & Cole, 1996).
Asumsinya, desain pesan
seperti ini berpotensi untuk menjangkau seluruh audiens yang memiliki keragaman
keterampilan dan kebiasaan dalam mengkode stimulus-stimulus desain pesan (Deubel,2003).
Banyak studi yang telah dilakukan menemukan bahwa presentasi desain pesan
paduan elemen visual Teori muatan kognitif menyatakan bahwa setiap memori kerja
memiliki kapasitas yang terbatas. Sedangkan teori pemrosesan ganda menyatakan
bahwa penyampaian informasi lewat multimedia instruksional baru bermakna jika
informasi yang diterima diseleksi pada setiap penyimpanan, diorganisasikan ke
dalam representasi yang berhubungan, serta dikoneksikan dalam tiap penyimpanan.
Simpulan
Teori muatan kognitif menyatakan bahwa hanya sedikit
elemen informasi yang dapat diolah dalam memori kerja setiap saat. Terlalu
banyak elemen bisa sangat membebani memorikerja sehingga menurunkan keefektifan
pengolahan informasi. Jika penerima diharuskan untuk membagi perhatian mereka
di antara, dan mengintegrasikan secara mental dua atau lebih sumber informasi
yang berkaitan (misalnya teks dan diagram) proses ini mungkin menempatkan suatu
ketegangan yang tak perlu pada memori kerja yang terbatas dan menghambat
pemerolehan informasi. Menyajikan sejumlah sumber informasi secara simultan,
bahkan di dalam format yang terintegrasi (contoh: diagram dan teks yang
diintegrasikan secara fisikal), tidak selalu bisa efektif, khususnya jika
beberapa informasi yang akan diolah itu tidak diperlukan dan berlebihan.
Jika informasi yang berlebihan itu diintegrasikan
dengan informasi yang esensial, maka tidak ada pilihan lain selain memprosesnya
(contoh: teks tak diperlukan yang menyertai diagram yang sudah komplit dan
mudah dimengerti). Redundansi ini menimbulkan beban kognitif tambahan yang
mengganggu proses pemahaman. Tambahan-tambahan elemen auditori yang berlebihan
dapat melebihi kapasitas channel auditori sehingga elemen tambahan apa
pun (termasuk kata-kata, efek-efek suara, dan ilustrasi musik) yang tidak
diperlukan untuk membuat informasi mudah dimengerti atau yang tidak terintegrasi
dengan materi-materi utama akan menurunkan kapasitas memori kerja yang efektif dan
karenanya mempengaruhi proses pemahaman dari materi-materi terpenting. Karena
materi terpenting yang diseleksi bagi pengolahan lebih lanjut menjadi lebih
sedikit, maka hasilnya adalah performansi yang lebih buruk.
Jadi, ketika penerima memfokuskan kapasitas
pengolahan auditori mereka yang terbatas itu pada penerimaan materi auditori
yang didapat, mereka memiliki sedikit sisa kapasitas untuk mengkonstruksi
representasi-representasi yang lain sehingga akan terjadi performansi yang
lebih jelek. Setiap memori kerja, visual maupun verbal, memiliki kapasitas yang
terbatas. Karena itu ketika informasi visual dan verbal dalam bentuk teks
ditampilkan ada kemungkinan memori kerja visual tidak dapat menampung semua
informasi sehingga akan ada informasi yang hilang. Hal yang sama mungkin
terjadi ketika sumber informasi verbal dalam bentuk auditorial ditampilkan
berbarengan dengan bentuk teks visual. Tetapi jika informasi visual ditampilkan
secara visual dan informasi verbal ditampilkan secara auditorial maka akan
terbuka kesempatan memori kerja visual dan verbal bekerja bersama sehingga
penerima lebih mudah menyusun kode-kode teks karena informasi ditangkap
secara maksimal.
Akibatnya, performansi penerima desain pesan yang
terakhir ini akan lebih baik bila dibandingkan dengan penerima yang mengalami
efek redundansi (periksa Sweller, van Merrienboer & Paas, 1998; Sweller,
1994; Kalyuga, Chandler & Sweller, 2000).
Pembahasan
Pemberian informasi secara redundansi kurang efktif
bagi penerima informasi. Karena efek redundansi ini memberikan informasi secara
berlebihan bai tulis, gambar, audio, dan lainnya secara bersamaan. Sehingga penerima
informasi akan mengalami kesulitan dalam memahami informasi, sedangkan memori
kerja itu memiliki keterbatasan. Menurut Miller (1956), mendeskripsikan
kapasitas sebagai “tujuh plus atau minus dua”. Cowan (2000), menyatakan mungkin
hanya empat berkas, plus atau minus satu. Dan setiap informasi akan di kodekan oleh
penerima informasi agar lebih mudah dalam mempertahankan dalam memori jangka
panjang dan mudah dalam mengamil lagi nanti jika dibutuhkan.
Dempster (1996), pemrosesan materi teks mengindikasikan
bahwa presentasi yang diberi jeda selama periode waktu tertentu hampir dua kali
lipat efektif dengan dua presentasi massal yang hanya diberi jeda selama
beberapa jam. Ini bisa dikatakan mirip dengan efek redundasi dimana akan lebih
baiknya informasi yang diberikan tidak berlbihan sehingga akan mudah dalam
melakukan pengkodean.
Ketika dalam pengkodean saja mengalami kesulitan
maka dalam pengambilan kembali informasi juga tidak efektif, dimana menurut
Belleza (1996), harus ada 3 kriteria dalam melakukan pengambilan informasi kembali
yakni, 1. Petunjuk harus reliabel, yaitu mudah dimunculkan pada saat
pengingatan, 2. Harus mudah dikatikan dengan informasi baru yang akan
dipelajari, 3. Petunjuk-petunjuk itu harus berbeda satu sama lain dana dapat
diidentifikasi perbedaannya.
Dari teori ini menujukkan efek redundasi tidak
efektif karena dalam ketiga kriteria ini tidak berjalan sesuai. Efek redundasi
tidak memberikan petunjuk yang reliabel, sulit untuk mengkaitkan dengan
informasi baru, dan sulit untuk mengidetifikasi perbedaan karena terlalu banyak
informasi yang diberikan secara bersamaan.Ini menunjukkan bahwa ketika penerima
informasi menerima informasi yang berlebihan secara bersamaan, maka penerima
informasi akan terbebani dan akibatnya kebingungan atau lupa (h.354).