Senin, 29 Oktober 2012

Tugas MID Semester Psikologi Belajar



Tim Penyusun :
Imam Damara  
Ichsan Syah Lubis
Arief Tri Prabowo
 

Teori Robert Gagne
Pada pembahasan teori Robert Gagne, terdapat sembilan tahapan dalam belajar. Tahapan-tahapannya seperti memerhatikan, harapan, pengambilan kembali, persepsi selektif terhadap ciri stimulus, pengkodean semantik, pengambilan kembali dan respons, penguatan, pengambilan petunjuk, dan kemampuan generalisasi. Pada tahap memerhatikan, kita harus memberikan stimulus yang bisa menambah perhatian. Tahap harapan, kita harus memberikan tujuan belajar agar peserta didik dapat membuat harapannya setelah mempelajari suatu hal. Tahap pengambilan kembali, kita harus bisa merangsang ingatan yang sudah ada agar bisa terpanggil kembali.
Lalu pada tahap persepsi selektif terhadap ciri stimulus yang memungkinkan penyimpanan stimulus penting secara temporer di dalam ingatan kerja. Pengkodean semantic memberikan manfaat agar stimulus yang ada dapat terkode ke dalam memori jangka panjang. Setelah itu masuk pada tahap pengambilan kembali respon yang ada dan masuk pada tahap penguatan. Tahap selanjutnya adalah pengambilan petunjuk tambahan sebagai pengingat kapabilitas diwaktu mendatang. Tahap terakhir adalah kemampuan generalisasi agar memperkaya transfer belajar ke situasi baru.  
Tahapan-tahapan inilah yang akan kita pelajari melalui sebuah permainan sebagai berikut:

Alat yang diperlukan
1.            Kertas yang bergambar dan definisi sesuai teori
2.            Kertas HVS bekas
3.            Stopwatch


Instruksi Permainan
         1.  Sediakan sebuah kertas yang berisikan kalimat dari suatu teori dan 2 gambar yang berkorelasi dengan teori.
           2.    Kelas dibagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari minmal 9 orang
           3.    Kemudian dipilih satu orang sebagai ketua kelompok.
      4.  Masing-masing kelompok membentuk barisan memanjang dengan ketua kelompok berada pada barisan terdepan/oang pertama.
          5.   Lalu ketua kelompok diberikan gambar pertama yang akan disampaikan ke orang kedua dengan gerakan non verbal (tanpa suara) yang mendeskripsikan gambar tersebut.
         6.     Orang kedua yang menerima stimulus dari orang pertama, menyampaikan stimulus tersebut kepada orang ketiga, dan seterusnya sampai stimulus diterima oleh orang yang terakhir dari barisan.
        7.    Setelah orang terakhir menerima stimulus yang pertama, kemudian orang pertama kembali diberi gambar kedua dan disampaikan ke orang kedua tetap dengan gerakan dan seterusnya sampai stimulus diterima oleh orang terakhir. 
           8.   Setelah orang terakhir menerima stimulus yang kedua, orang terakhir di tanya apa maksud dari gambar tersebut dan tokoh apa yang memakai gambar tersebut dalam melakukan penelitiannya serta apa teorinya.
            9.    Jika orang yang terakhir tidak bisa menjawab, orang kedua terakhir ditanya dan seterusnya sampai ada dalam kelompok yang bisa menjawab.
           10.   Waktu yang diberikan hanya 10 detik masing-masing orang memperagakan gambar tersebut ke orang berikutnya.
         11.  Sediakan kertas buram dan diberikan kepada masing-masing orang, kemudian mereka disuruh untuk menggulung kertas tersebut membentuk tabung (terompet).
          12.  Setelah itu stimulus yang ketiga berupa kertas yang berisikan kalimat dari suatu teori diberikan kepada orang pertama. Kemudian orang pertama menyampaikan isi tulisan dari kertas tersebut kepada orang kedua dengan cara membisikan ke telinga orang kedua menggunakan sebuah kertas buram yang digulung tadi.
          13.   Setelah orang terakhir menerima stimulus yang kedua, orang terakhir di suruh untuk mengatakan dengan keras stimulus yang diterima. 
           14.  Diawali dari orang yang terakhir untuk mengatakan stimulus yang diterima, selanjutnya orang kedua terakhir dan sampai orang pertama kembali mengatakan isi dari kertas tersebut.
       15.   Untuk stimulus yang ketiga, waktu yang diberikan hanya 15 detik menyampaikan stimulus tersebut ke orang berikutnya.

      
Tujuan dari games ini adalah:
1.      Memberi penguatan memori peserta atas stimulus gambar atau kalimat yang diberikan
2       Merangsang peserta agar berpikir secara kreatif dalam menyampaikan suatu hal
3.      Mendidik peserta agar memiliki kepekaan terhadap suatu hal
           4.       Merangsang indera visual dan pendengaran untuk teliti dalam melihat dan mendengar objek didepannya
5.      Agar peserta dapat lebih fokus dalam melihat suatu hal atau kejadian
6.       Melatih peserta dalam menyampaikan pendapat secara nonverbal
   
Pembahasan
 Dari permainan tersebut, kita akan menghubungkannya dengan teori sembilan tahapan dalam belajar. Dengan maksud, bermain juga bisa memberikan pembelajaran bagi siapa saja yang ingin belajar. Selain itu melalui permainan dan teori ini kita akan belajar bagaimana memperkuat memori peserta pada stimulus yang ada, sehingga konsep ini bisa kita gunakan untuk mengefektifkan belajar kita.





Senin, 22 Oktober 2012

Psikologi Kognitif : Pembahasan Jurnal Berkaitan dengan Pemrosesan Informasi

EFEK REDUNDANSI: DESAIN PESAN MULTIMEDIA DAN TEORI PEMROSESAN INFORMASI



Review Jurnal
Latar Belakang
Mempresentasikan teks secara simultan dalam bentuk tulisan dan audio merupakan hal yang umum dalam presentasi-presentasi multimedia. Demikian pula mempresentasikan pesan dengan visual yang sangat menarik (seduktif) merupakan hal yang lumrah dalam presentasipresentasi multimedia instruksional. Seringkali dianggap bahwa mempresentasikan materi dengan format desain pesan seperti itu menguntungkan bagi pemerolehan pemahaman. Tampaknya, asumsi bahwa presentasi simultan dari teks tertulis dan lisan itu menguntungkan mungkin berlebihan; demikian halnya presentasi dengan visual yang sangat menarik mungkin membahayakan (Pranata, 2003).

Tinjauan Teoritis
1.    Multimedia Instruksional
Multimedia didefinisikan dengan berbagai macam cara. Pranata (2004) meringkas beberapa definisi tersebut. McCormick, misalnya, mendefinisikan multimedia sebagai kombinasi dari tiga elemen desain pesan yaitu suara, gambar, dan teks; Turban mendefinisikannya sebagai kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output data audio (suara, musik), animasi, video, teks, grafik, dan gambar. Sementara itu, Rosch mendefinisikan multimedia sebagai kombinasi dari komputer dan video. Definisi multimedia yang bertolak dari aspek desain pesan antara lain digunakan untuk menjelaskan multimedia menurut tinjauan instruksional yaitu “the capability to present video, audio, and animation, as well as computer graphics and text, all on the same computer monitor at the same time.” (Merrill 1996:151).
Dalam konteks pendesainan pesan multimedia instruksional terdapat beberapa teori yang berbeda. Pertama, teori yang berfokus pada pentingnya upaya meningkatkan daya tarik desain pesan agar dapat memperbesar efek perhatian. Kedua, berfokus pada perangkapan elemen desain pesan agar dapat memperbesar peluang dicapainya pemahaman. Ketiga, berfokus pada pemrosesan dan kapasitas memori kerja agar diperoleh hasil belajar yang efektif.

2.    Teori Pemrosesan Informasi
Tahap pemahaman dalam pemrosesan informasi dalam memori kerja berfokus pada bagaimana pengetahuan baru dimodifikasi. Pemahaman berkenaan dan dipengaruhi oleh interpretasi terhadap stimulus. Faktor stimulus adalah karakteristik dari elemen-elemen desain pesan seperti ukuran, ilustrasi, teks, animasi, narasi, warna, musik, serta video. Studi tentang bagaimana informasi diidentifikasi, diproses, dimaknai, dan ditransfer dalam dan dari memori kerja untuk disimpan dalam  memori jangka panjang mengisyaratkan bahwa pendesainan pesan merupakan salah satu topik utama dalam pendesainan multimedia instruksional. Dalam konteks ini, desain pesan multimedia berkenaan dengan penyeleksian, pengorganisasian, pengintegrasian elemen-elemen pesan untuk menyampaikan sesuatu informasi.
Desain pesan mengacu pada bentuk yang digunakan untuk menyajikan informasi, misalnya pemakaian animasi atau teks audio. Kemampuan sensorik mengacu pada jalur pemrosesan informasi yang dipakai untuk memproses informasi yang diperoleh, seperti proses penerimaan informasi visual atau auditorial. Temuan-temuan penelitian (Pranata, 2004) telah menguji kebenaran teori pengkodean ganda (dual-coding theory): terdapat dua buah saluran pemrosesan informasi yang independent yaitu pemrosesan informasi visual (atau memori kerja visual) dan pemrosesan informasi verbal (atau memori kerja verbal); kedua memori kerja tersebut memiliki kapasitas yang terbatas untuk memroses informasi yang masuk. Hal terpenting yang dinyatakan oleh teori muatan kognitif adalah sebuah gagasan bahwa kemampuan terbatas memori kerja, visual maupun auditori, seharusnya menjadi pokok pikiran ketika seseorang hendak mendesain sesuatu pesan multimedia.

3.    Efek Redundansi
Presentasi multimedia seringkali menampilkan elemen-elemen verbal secara berlebihan (redundant); disamping penjelasan dipresentasikan oleh gambar penjelasan juga dibarengi secara teks audio sekaligus teks tulis, bahkan label-label. Presentasi redundan seperti itu, menurut penganut teori redundansi, diarahkan untuk menghadapi noise serta menyediakan varian bentuk pesan dalam proses komunikasi agar informasi yang disampaikan dapat diterima secara lebih baik. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa “information as only those symbols that are uncertain to the receiver” (bandingkan Saul, 2001:3). Karena tidak seluruhnya informasi yang disampaikan akan dapat ditangkap dengan baik oleh penerima maka diperlukan perangkapan pesan (Shannon dalam Saul, 2001). Pengulangan yang superflous dimaksudkan untuk memudahkan penerima menangkap informasi sesuai dengan kebiasaannya dalam mengkode stimulus-stimulus pesan (bandingkan Stokes, 2003; Wilson & Cole, 1996).
Asumsinya, desain pesan seperti ini berpotensi untuk menjangkau seluruh audiens yang memiliki keragaman keterampilan dan kebiasaan dalam mengkode stimulus-stimulus desain pesan (Deubel,2003). Banyak studi yang telah dilakukan menemukan bahwa presentasi desain pesan paduan elemen visual Teori muatan kognitif menyatakan bahwa setiap memori kerja memiliki kapasitas yang terbatas. Sedangkan teori pemrosesan ganda menyatakan bahwa penyampaian informasi lewat multimedia instruksional baru bermakna jika informasi yang diterima diseleksi pada setiap penyimpanan, diorganisasikan ke dalam representasi yang berhubungan, serta dikoneksikan dalam tiap penyimpanan.

Simpulan
Teori muatan kognitif menyatakan bahwa hanya sedikit elemen informasi yang dapat diolah dalam memori kerja setiap saat. Terlalu banyak elemen bisa sangat membebani memorikerja sehingga menurunkan keefektifan pengolahan informasi. Jika penerima diharuskan untuk membagi perhatian mereka di antara, dan mengintegrasikan secara mental dua atau lebih sumber informasi yang berkaitan (misalnya teks dan diagram) proses ini mungkin menempatkan suatu ketegangan yang tak perlu pada memori kerja yang terbatas dan menghambat pemerolehan informasi. Menyajikan sejumlah sumber informasi secara simultan, bahkan di dalam format yang terintegrasi (contoh: diagram dan teks yang diintegrasikan secara fisikal), tidak selalu bisa efektif, khususnya jika beberapa informasi yang akan diolah itu tidak diperlukan dan berlebihan.
Jika informasi yang berlebihan itu diintegrasikan dengan informasi yang esensial, maka tidak ada pilihan lain selain memprosesnya (contoh: teks tak diperlukan yang menyertai diagram yang sudah komplit dan mudah dimengerti). Redundansi ini menimbulkan beban kognitif tambahan yang mengganggu proses pemahaman. Tambahan-tambahan elemen auditori yang berlebihan dapat melebihi kapasitas channel auditori sehingga elemen tambahan apa pun (termasuk kata-kata, efek-efek suara, dan ilustrasi musik) yang tidak diperlukan untuk membuat informasi mudah dimengerti atau yang tidak terintegrasi dengan materi-materi utama akan menurunkan kapasitas memori kerja yang efektif dan karenanya mempengaruhi proses pemahaman dari materi-materi terpenting. Karena materi terpenting yang diseleksi bagi pengolahan lebih lanjut menjadi lebih sedikit, maka hasilnya adalah performansi yang lebih buruk.
Jadi, ketika penerima memfokuskan kapasitas pengolahan auditori mereka yang terbatas itu pada penerimaan materi auditori yang didapat, mereka memiliki sedikit sisa kapasitas untuk mengkonstruksi representasi-representasi yang lain sehingga akan terjadi performansi yang lebih jelek. Setiap memori kerja, visual maupun verbal, memiliki kapasitas yang terbatas. Karena itu ketika informasi visual dan verbal dalam bentuk teks ditampilkan ada kemungkinan memori kerja visual tidak dapat menampung semua informasi sehingga akan ada informasi yang hilang. Hal yang sama mungkin terjadi ketika sumber informasi verbal dalam bentuk auditorial ditampilkan berbarengan dengan bentuk teks visual. Tetapi jika informasi visual ditampilkan secara visual dan informasi verbal ditampilkan secara auditorial maka akan terbuka kesempatan memori kerja visual dan verbal bekerja bersama sehingga penerima lebih mudah menyusun kode-kode teks karena informasi ditangkap secara maksimal.
Akibatnya, performansi penerima desain pesan yang terakhir ini akan lebih baik bila dibandingkan dengan penerima yang mengalami efek redundansi (periksa Sweller, van Merrienboer & Paas, 1998; Sweller, 1994; Kalyuga, Chandler & Sweller, 2000).

Pembahasan
Pemberian informasi secara redundansi kurang efktif bagi penerima informasi. Karena efek redundansi ini memberikan informasi secara berlebihan bai tulis, gambar, audio, dan lainnya secara bersamaan. Sehingga penerima informasi akan mengalami kesulitan dalam memahami informasi, sedangkan memori kerja itu memiliki keterbatasan. Menurut Miller (1956), mendeskripsikan kapasitas sebagai “tujuh plus atau minus dua”. Cowan (2000), menyatakan mungkin hanya empat berkas, plus atau minus satu.  Dan setiap informasi akan di kodekan oleh penerima informasi agar lebih mudah dalam mempertahankan dalam memori jangka panjang dan mudah dalam mengamil lagi nanti jika dibutuhkan.
Dempster (1996), pemrosesan materi teks mengindikasikan bahwa presentasi yang diberi jeda selama periode waktu tertentu hampir dua kali lipat efektif dengan dua presentasi massal yang hanya diberi jeda selama beberapa jam. Ini bisa dikatakan mirip dengan efek redundasi dimana akan lebih baiknya informasi yang diberikan tidak berlbihan sehingga akan mudah dalam melakukan pengkodean.
Ketika dalam pengkodean saja mengalami kesulitan maka dalam pengambilan kembali informasi juga tidak efektif, dimana menurut Belleza (1996), harus ada 3 kriteria dalam melakukan pengambilan informasi kembali yakni, 1. Petunjuk harus reliabel, yaitu mudah dimunculkan pada saat pengingatan, 2. Harus mudah dikatikan dengan informasi baru yang akan dipelajari, 3. Petunjuk-petunjuk itu harus berbeda satu sama lain dana dapat diidentifikasi perbedaannya.
Dari teori ini menujukkan efek redundasi tidak efektif karena dalam ketiga kriteria ini tidak berjalan sesuai. Efek redundasi tidak memberikan petunjuk yang reliabel, sulit untuk mengkaitkan dengan informasi baru, dan sulit untuk mengidetifikasi perbedaan karena terlalu banyak informasi yang diberikan secara bersamaan.Ini menunjukkan bahwa ketika penerima informasi menerima informasi yang berlebihan secara bersamaan, maka penerima informasi akan terbebani dan akibatnya kebingungan atau lupa (h.354).